Tampilkan postingan dengan label Wanita Haidh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wanita Haidh. Tampilkan semua postingan

Hukum Puasa Bagi Wanita Haidh & Nifas, Wanita Hamil & Menyusui

Hukum Puasa Bagi Wanita Haidh & Nifas, Wanita Hamil & Menyusui

Al-Imam as-Sa’di berkata,Wanita haidh dan wanita nifas diharamkan berpuasa dan berkewajiban melakukan qadha puasa. Adapun wanita hamil dan wanita menyusui, jika keduanya mengkhawatirkan keadaan janin dan bayinya, diperbolehkan berbuka (tidak berpuasa) serta berkewajipan melakukan qadha puasa dan memberi makanan (fidyah) kepada seorang fakir miskin untuk setiap puasa (yang ditinggalkannya).”

Ketentuan Puasa Bagi Wanita Haidh & Wanita Nifas

Wanita yang sedang haidh atau nifas diharamkan berpuasa. Dalilnya :
Aisyah berkata, “Kami pernah mengalami haidh di masa hidup Rasulullah, lalu kami kembali suci. Baginda memerintahkan kami untuk melakukan qadha puasa dan tidak memerintahkan kami untuk melakukan qadha solat.” (Muttafaq ‘alaih)

Ketentuan Puasa Bagi Wanita Hamil & Menyusui
Wanita hamil dan menyusui diperbolehkan berbuka, jika ia mengkhawatirkan keadaan dirinya, janin/bayinya, atau keduanya.
Ada beberapa pendapat ulama dalam kaedah membayar semula hutang puasa bagi wanita hamil dan menyusui ini:
1. Diwajibkan melakukan qadha puasa dan membayar fidyah. Ini adalah pendapat mazhab al-Imam Ahmad dan disebutkan oleh al-Imam as-Sa’di. Akan tetapi pendapat ini lemah, kerana tidak ada dalil yang mewajibkan pembayaran fidyah bersama kewajiban qadha puasa.

2. Diwajibkan hanya membayar fidyah. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, serta dipilih oleh al-Imam al-Albani.
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hamil atau menyusui jika keduanya khawatir (akan dirinya, bayinya atau kedua-duanya), keduanya diperbolehkan berbuka dan (diwajibkan) memberi makan (fakir miskin).” (HR al-Baihaqi, al-Albani menyatakan sanadnya shahih sesuai dengan syarat al-Bukhari & Muslim).

❗Namun, pendapat ini terdapat kelemahan jika ditinjau dari segi makna. Sebab, secara makna pendapat ini telah menyamakan keadaan wanita hamil atau menyusui yang suatu ketika akan kembali sihat dan kuat untuk melakukan qadha puasa, dengan keadaan orang yang tidak mampu lagi berpuasa selamanya kerana lanjut usia sehingga berkewajiban menggantinya dengan pembayaran fidyah. Penyamaan ini tidak benar, kerana perbedaan antara kedua keadaan tersebut sangatlah jelas.

3. Diwajibkan hanya melakukan qadha puasa. Alasannya, wanita hamil dan menyusui keadaannya seperti orang sakit dan musafir yang terkadang merasa berat untuk berpuasa. Ini adalah pendapat Ibrahim an-Nakha’i, al-Hassan al-Bashri, Atha’ bin Abi Rabah dan al-Imam Abu Hanifah. Pendapat inilah dipilih oleh al-Imam Ibnu Baz bersama al-Lajnah ad-Da’imah, al-Imam Ibnu Utsaimin dan al-Imam Muqbil al-Wadi’i. Dan pendapat ini yang benar insyaAllah. 
Iainya bertepatan dengan hadits Nabi:
“Sesungguhnya Allah telah meringankan dari seorang musafir setengah dari solatnya, serta meringankan pula kewajiban puasa dari seorang musafir, wanita menyusui dan wanita hamil.” (HR Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah. Dishahihkan al-Albani dan dihasankan al-Wadi’i).

(Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa’di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)


 II مجموعة طريق السلف II 
  www.thoriqussalaf.com
  http://telegram.me/thoriqussalaf
09/05/2017


Infoe Muslim
BERITA - HUKUM - VIDEO - OPINI - NASEHAT - KISAH

Sumber | republished by InfoeMuslim




Back to top